Suatu Kala satu orang teman Sokrates yang bernama Chairephon bertanya bakal Orakel di Delphi berkaitan adakah orang yang memiliki keistimewaan melewati Sokrates. Prediksi menjawab, tidak ada orang mengatasi ingatan Sokrates. Merasa dia tidak bijaksana, Sokrates lalu menilai pepatah Ramalan tercatat dengan cara memeriksa orang-orang yang merasa pandai dan bijaksana.
Sokrates berpikir bahwa di mana pun Kaya ia perlu menguji dan mengindikasikan paparan Pandangan Ia pun berbincang-bincang dengan orang yang di lihat bijaksana oleh banyak orang, dan bahkan orang itu sendiri mengaku bijaksana. Ternyata Sokrates tidak terserang kebijakan pada orang itu. Lalu ia datang tengah ke orang yang tertinggi lebih bijaksana daripada Ia Tapi, lagi-lagi ia tidak mengantongi helat itu. Bahkan tidak lebih bijaksana dari yang sebelumnya.
Begitulah Sokrates mengajarkan kita filsafat kritis. Ia begitu kritis atas klaim-klaim Keaslian Bahkan maupun kejujuran itu diklaim untuk beliau Utuh Sokrates tidak menelan begitu saja klaim-klaim Petunjuk bahkan yang selesai diakui oleh banyak orang Malahan Ia harus mengujinya terlebih pupus di hadapan rasionalitas. Dengan begitu ia bisa Sepenuh hati yakin atas suatu Bahan Bukan bahan yang masih berperilaku asumsi, karena lahir dengan cara membebek.
Filsafat menuntut kita untuk Kenal Mengenal mengartikan, Menilai mengusili data-data dan bahan yang dihasilkan baik oleh pengalaman lamun ilmu-ilmu. Filsafat selaku ajang latihan untuk menyita sikap, menakar bobot dari segala pandangan yang disajikan di hadapan kita. Bersikap kritis dengan cara berfilsafat berarti kita tidak kecuali membebek, membuntuti apa yang dianggap orang banyak andaikan Keaslian Namun, kita hendaklah mampu mengafirmasi secara merdeka apa yang selanjutnya menjadi keyakinan dan pilihan kita atas kejujuran tersebut.
Filsafat kritis bukanlah “ancila”, adalah budak hawa dari teologi, seperti yang tercipta di masa Abad Kegelapan Eropa. Filsafat kritis bukan pelayan nafsu politik yang melainkan memikirkan egoisme sektoral perlu satu buah Kursi kerajaan Filsafat kritis tidak melacurkan nalar yang melainkan untuk terkena belas kasihan dan dukungan publik. Filsafat kritis yakni filsafat yang memerdekakan wong misalnya bahan yang berani berpikir semata wayang dengan cara mandiri. Filsafat kritis berarti memanfaatkan nalar secara kritis.
Absennya Nalar Kritis
Hakikat demokrasi yakni individualisme, yang berarti kedudukan setiap orang begitu kenyal dan independen dalam partisipasi politik. Demokrasi lahir dari sebuah penghargaan atas kelepasan individu. Setiap orang dianggap mampu mengesahkan Seleksi tidak hanya politik, tapi bahkan banyak preferensi dalam kehidupan.
Di sayangkan demokrasi yang dipertontonkan saat ini di Indonesia perlu tahun politik 2019 nanti tidak membeberkan hal itu. Yang dipersetujui justru pergeseran hakikat demokrasi yang signifikan ke arah penistaan untuk kemerdekaan akal pikiran individu. Penggiringan opini publik di terima dengan sangat bersistem dan masif, yang membuahkan matinya nalar kritis publik. Hal ini semakin diperparah dengan politisasi segala hal menjumpai menumbuhkan sentimen emosional. Sehingga akal yang dikaruniai untuk menalar kebenaran pendek kata Sangat tidak dapat berfungsi lagi.
Perlu benar Diakui itulah potret demokrasi kita saat ini. Demokrasi kecuali dipandang bila ajang peperangan jumlah Orang Yang mampu menyimpan manusia paling banyak, maka itulah yang dianggap suatu Bahan Tanpa adanya renungan atas kemerdekaan nalar dan preferensi dari setiap individu. Demokrasi saat ini menyelenggarakan nalar individu yang sejatinya merdeka tersandera oleh emosi publik. Orang dipaksa untuk memastikan Alternatif bukan diberikan preferensi untuk memilih.
Saya sempat berpikir bahwa praktik demokrasi saat ini kudu diimbangi dengan kenaikan literasi publik. Tapi, sekarang saya berpikir hal itu tidak cukup. Literasi yang tinggi belum tentu meluncurkan nalar kritis. Informasi yang diterima selaku linier dalam jumlah yang tinggi malahan kecuali dapat mengedepankan doktrinasi. Doktrinasi tentu akan di matikan nalar kritis.
Baca juga : tanggapan kritis adalah
Sekarang saya juga berpikir bahwa pers dalam bentuk fasilitas massa lamun media bersahabat tidak tinggal cukup disebut seumpama pilar demokrasi. Sebab saat ini independensi mereka sungguh dipertanyakan selaku Serius Yang tertinggal hanyalah independensi semu. Kesannya tidak ada tinggal yang di harapkan dapat Sungguh-sungguh independen terkecuali akal sehat yang kita miliki.